salju

Jumat, 15 Maret 2013

Detik-detik wafatnya Rosullah saw.


PAGI itu, Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah: “Wahai umatku, kita semua ada dalam 
kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana sepertinya tengah menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam.

“Assalaamu’alaikum… .Bolehkah saya masuk ?” tanyanya.

Tapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.

“Siapakah itu, wahai anakku?”

“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan tangisnya.

Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak Sanggup melihat Rasulullah dicabut nyawanya)

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?”  Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”

“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini,” ujar Rasulullah mengaduh lirih.

Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu”

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii. ummatii. ummatii.”

“Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam jannah-Ku.”

‘Aisyah ra berkata: ”Maka jatuhlah tangan Rasulullah, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.” 

Dia berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para sahabat, dan kukatakan: 

”Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.”

Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid, karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan.

Adapun Umar bin Khathab berkata: ”Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi untuk menemui Rabb-Nya.” 

Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar, dia masuk kepada Rasulullah, memeluk beliau dan berkata: ”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” 


Kemudian dia mencium Rasulullah dan berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”

Keluarlah Abu Bakar ra menemui orang-orang dan berkata: ”Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” 

‘Aisyah berkata: “Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”

Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah manusia yang paling mulia, manusia yang paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi tercinta Rasulullah.


Allahumma shali'alla sayyidina wa mawlana Muhammad....




Sabtu, 09 Februari 2013

CIRI_CIRI MASYARAKAT BERAQIDAH


CIRI MASYARAKAT BERAQIDAH ISLAMIYAH


Aqidah Islamiyah telah berhasil membina manusia-manusia teladan yang dikira sebagian kelompok sebagai cerita biasa atau dongengan saja, namun sebenarnya kenyataan yang dapat dibuktikan lebih besar dari apa yang dibayangkan orang. Kehidupan mereka seluruhnya dicurahkan untuk membela dan memperjuangkan al Haq meski sebesar apapun pengorbanan yang harus diberikan.

Sekarang ini kita bisa melihat kenyataan sampai dimana perjalanan umat manusia di samudera bumi ini setelah bahteranya terlepas dari ikatan aqidah Islamiyah. Mereka mengarungi samudera tanpa pedoman. Mereka yakin akhlak dan Dien dapat dikembangkan dan ditafsirkan menurut keinginan manusia. Oleh karena itulah akibat buruk yang menimpa manusia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ketidakadilan dan kepincangan. 2. Penindasan, kezaliman, dan ketakutan. 3. Kerusakan dan kehancuran jiwa serta moral. 4. Timbulnya berbagai penyakit.

Umat Islam sepakat untuk memiliki tujuan mencari ridha Allah semata. Kemudian mereka berjuang untuk tegaknya masyarakat yang berdasarkan tatanan Islam, beraqidah Islamiyah.
Ada beberapa ciri khas masyarakat yang beraqidah Islamiyah:


  1. Masyarakat yang Tenteram
Setiap individu anggota masyarakat merasa aman dan tenteram atas kehormatan dan harga dirinya. Kejahatan zina merupakan perbuatan dosa besar yang diancam hukuman berat. Jika pelakunya seorang muhshon (orang yang pernah menikah) maka vonis yang diakan dijatuhkan adalah hukuman rajam. Dia dilempari batu hingga tewas.

Anggota masyarakat akan merasa tenang dan aman dari gangguan mulut usil atau fitnah atas kehormatan dan kemuliaan harga diri atau reputasinya. Fitnah qozaf (menuduh seseorang berbuat zina) diancam hukuman berat yaitu dicambuk sebanyak delapan puluh kali dihadapan khalayak ramai. Karena itu, tidak akan ada orang yang berani menyentuh harga dirinya meskipun hanya dengan kalimat kotor atau fitnah.

Individu masyarakat ini juga akan merasa aman atas harta bendanya dari gangguan orang. Kejahatan pencurian adalah perbuatan dosa besar. Siapa saja yang mencuri hartanya sebesar seperempat dirham saja akan dikenakan ancaman potong tangan. Ia juga akan merasa aman atas hartanya dari kehancuran dan keludesan dengan cara-cara yang diharamkan. Perbuatan riba adalah haram, dan melakukan penimbunan bahan pokok adalah terlarang. Menipu dan curang dalam jual beli juga haram, sedangkan perbuatan perjudian adalah perbuatan najis yang diwariskan dari perbuatan setan.

Anggota masyarakat binaan aqidah Islamiyah akan merasa aman terhadap diri dan jiwanya. Jika ada tangan yang hendak mencoba-coba melukai atau merenggut jiwanya atau menumpahkan darahnya maka tangan itu tidak akan lama gentanyangan di muka bumi. Masyarakat ini berpegang teguh kepada kaidah; ‘Jiwa dibalas jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishosnya..’ (al-Maidah 45).

Individu masyarakat akan aman dan tenteram terhadap dirinya, hartanya, dan kehormatannya dari kejahatan penguasa. Penguasa dan rakyat sama-sama terikat mematuhi hukum syara’ dan tidak ada yang boleh lari dari ketentuan hukum Allah.
  1. Masyarakat yang Saling Mencinta dan Kasih Sayang.
Anggota masyarakat laksana satu tubuh. Apabila salah satu anggota merasa sakit maka akan sakitlah seluruh tubuh. Suatu tipe masyarakat yang apabila seorang wanita lemah di Amuriyah berteriak minta tolong maka khalifah yang berada di Baghdad akan segera bangkit dan bergerak dengan semua bala tentaranya untuk menolong perempuan tersebut.
Umar bin Khattab ra pernah memberi komentar tentang masyarakat seperti ini. Katanya, seandainya aku maju mendekati pedang yang akan memotong leherku karena bukan perbuatan maksiat maka lebih baik bagiku daripada aku melakukan persekongkolan buruk atas orang-orang yang di dalamnya ada orang semacam Abu Bakar As Shiddiq.
Suatu masyarakat yang di dalamnya ada Imam Syafi’ie. Beliau berkata tentang Imam Ahmad bin Hanbal dalam syairnya; ‘ Mereka berkata Ahmad menziarahimu dan (katamu) engkau yang berziarah padanya.” Kataku, “Akhlak mulia tidak akan terlepas dari tempatnya. Jika ia ziarah padaku, itu karena ia seorang yang mulia. Jika aku berziarah padanya, itu satu kemuliaan baginya, maka semua fadilah kemuliaan itu kembali kepadanya.”

Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang Imam Syafi’ie, “Syafi’ie laksana matahari bagi dunia dan bagaikan ‘afiat bagi tubuh, lalu apakah ada sesuatu yang lebih berharga daripada keduanya.” Dalam kesempatan lain Imam Ahmad berkata, “Aku senantiasa mendoakan Syafi’ie dan memintakan ampunan baginya sebelum tidurku tigapuluh tahun.”
Imam Syafi’ie memberi komentar tentang Imam Hanafi. Katanya,  “Seluruh orang mengikuti jejak-jejak Imam Hanafi dalam masalah-masalah fiqhiyyah.”

Masyarakat ini adalah symbol suatu ikatan sosial yang jernih dan bersih. Tidak ada setitik buih kepincangan yang tampak di permukaannya atau secuil sampah dan kotoran yang dapat mengganggu kejernihanya. Suatu tipe masyarakat yang tidak pernah terjadi pengaduan ke pengadilan meski sekali dalam satu tahun dibawah kepemimpinan khalifah Abu Bakar As Shiddiq.

Masyarakat binaan aqidah Islamiyah juga akan kaya dan tenteram. Yahya bin Mu’in ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dan shodaqah dari Afrika atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian ia mengeluarkan pengumuman untuk para mustahiqqin (yang berhak menerima zakat). Namun hampir sebulan lamanya ia menunggu tidak ada orang yang datang meminta bagian zakat tersebut. Maka khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memerintahkan Yahya untuk membeli dan memerdekakan budak dengan uang hasil pungutan zakat.

Masyarakat binaan aqidah Islamiyah adalah suatu masyarakat yang kukuh, rapat dan teratur. Tidak ada celah atau lubang yang dapat dimasuki oleh unsur-unsur asing yang mencoba melakukan kerusakan dan rongrongan dari dalam.

Seorang raja dari Gossan telah mencoba merayu sahabat Ka’ab bin Malik yang sedang mengalami problema seperti yang diceritakan Al-Qur’an: “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah menjadi sempit (terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari siksa Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At Taubah 118).

Diriwayatkan dari Al Bukhari dari Ka’ab bin Malik. Katanya, Nabi saw melarang semua orang untuk berbicara kepadaku dan pada kedua sahabatku yang lainnya. Ka’ab bin Malik menceritakan kejadian tersebut. Katanya, “Ketika aku sedang berjalan seorang diri di salah satu pasar di Madinah, tiba-tiba aku melihat pedagang makanan yang datang dari negeri Syam. Lantas ia berkata; “Siapa yang dapat menunjuki aku kepada Ka’ab?” Orang-orang yang berada di sekitarnya memberi isyarat ke arahku. Lalu orang tersebut mendekat kepadaku dan menyerahkan selembar kertas surat dari Raja Gossan. Surat tersebut kubaca isinya. Inilah bunyi surat tersebut: “Dengan hormat. Kami sudah mendengar sahabatmu (Nabi saw) memutuskan hubungan denganmu, padahal engkau diciptakan di dunia ini bukan untuk dikucilkan dan dihinakan. Oleh karena itu marilah engkau bergabung bersama kami. Kami bersedia menolongmu.”

Setelah surat itu selesai kubaca, lantas aku berkata dihadapan orang itu, “Ini juga merupakan bagian dari musibah yang menimpaku. Lalu kuremas surat itu dan kubakar.”

Memang masyarakat binaan aqidah Islamiyah adalah suatu masyarakat yang unik dan aneh. Seorang raja dari kabilah Gossan tidak mampu menarik seorang individu dari salah seorang masyarakat ini padahal waktu itu dia sedang dikucilkan dan dijauhi. Terasa bumi bagaikan enggan dipijak olehnya dan terasa sangat sempit. Ditambah lagi semua orang terlihat sinis dan menjauh. Seorang individu yang berada dalam posisi seperti inipun tidak mampu ditarik dan dikeluarkan dari ikatan kokoh masyarakat Islam.

Masyarakat binaan aqidah Islamiyah adalah tipe masyarakat yang individunya berada dalam satu jantung hati dan satu jiwa. Mereka duduk dengan khidmat mengelilingi pemimpinnya. Mereka siap dan patuh menerima perintah. Mereka maju dan bergerak menerima isyarat pemimpin dan bersedia  berkorban demi kemuliaan. Mereka semua patuh dan setia dengan perintah pemimpin sehingga ketika mereka mendengar larangan dari Rasulullah saw agar tidak berbicara dengan Ka’ab dan kedua temannya maka mereka serempak tidak ada lagi yang berkomunikasi dengan ketiga orang tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat atau menjawab salam. 

Kamis, 07 Februari 2013

Toleransi Hidup Beragama

TOLERANSI UMAT BERAGAMA

Persamaan Membangun Toleransi Umat Beragama serta Kebebasan Beragama. Toleransi dan kerukunan antar umat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak pada toleransi; atau sebaliknya toleransi menghasilkan kerukunan; keduanya menyangkut hubungan antar sesama manusia. Jikatri kerukunan [antar umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintah] terbangun serta diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antar umat beragama. Atau, jika toleransi antar umat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka akan menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama lain.
Toleransi antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.
Agama adalah elemen fundamental hidup dan kehidupan manusia, oleh sebab itu, kebebasan untuk beragama [dan tidak beragama, serta berpindah agama] harus dihargai dan dijamin. Ungkapan kebebasan beragama memberikan arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan berkumpul, menyembah; membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak dengan individu dan institusi dalam masalah agama pada tingkat nasional atau internasional.
Kebebasan beragama, menjadikan seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan agama; pelanggaran terhadap hak untuk beragama; paksaan yang akan mengganggu kebebasan seseorang untuk mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan sosial setiap hari, yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan dengan semua orang, perdamaian dan persaudaraan universal, menghargai kebebasan, kepercayaan dan kepercayaan dari yang lain dan kesadaran penuh bahwa agama diberikan untuk melayani para pengikut-pengikutnya.
Persamaan Peran Dalam Masyarakat [lihat Faedah Agama dan peran umat beragama dalam agama dan masyarakat].